Rabu, 31 Agustus 2011

Markus 4 : 26-29


Markus 4:26-29 ini merupakan satu perumpamaan tentang benih yang tumbuh. Kerajaan Allah seumpama orang yang menaburkan benih ditanah. Bukan dia yang membuat benih itu tumbuh dan berbuah, tetapi dia berpengharapan benih yang ditabur itu pasti akan tumbuh dan berbuah. Bagaimana proses terjadinya itu?Penabur benih sendiri pun tidak mengetahuinya tetapi dia yakin pasti berbuah dan sesudah sampai waktunya akan dituai.
Hal kerajaan Allah yang sulit dibayangkan dan dimengerti Manusia digambarkan dalam perumpamaan yang mudah dimengerti. Jadi yang penting bagi manusia adalah bekerja dan berdoa dan yang member hasil itu adalah pekerjaan Tuhan. Walaupun hanya kecil yang dapat kita kerjakan namun kita harus bangga dan rendah hati. Sebab dengan melakukan hal yang kecil itu kita dapat berharap dan menjadi teman sekerja Tuhan. Dan Tuhan akan bekerja menyempurnakan pekerjaan yang kita kerjakan dengan sungguh-sungguh. Kita sebagai orang yang percaya kepadan Tuhan tetap berharap bahwa Tuhan selelu memberikan yang terbaik dalam kehidupan kita. Kita sadar bahwa apa yang kita terima bukanlah semata-mata hasil usaha kita sendiri, tetapi karena kasih karunia Tuhan yang dia berikan kepada kita. Oleh karena itu janganlah mengandalakan diri sendiri seperti bangsa Israel karena menggunakan pikiran duniawi sehingga menyesal dalam perjuangan menuju Tanha kanaan. Dengan alas an kembalikan kami ke Mesir karena disana apa yang kami butuhkan ada, sementara disini kami kehausan dan kelaparan. Mereka tetap bersungut-sungut kepada Musa karena mereka mengandalkan Pikiran mereka. ,Menganggap perjuangan itu sebagai jebakan yang akan membunuh mereka di Padang Gurun. Mereka tidak percaya akan pekerjaan Tuhanb yang selalu mencukupkan kebutuhan mereka. Mereka tidak berpengharapan akan kuasa Tuhan yang selalu memberkati mereka karena mereka terlalu mengandalkan pemikirannya. Tegar Tengkuk merekalah yang membuat mereka lebih lama dalam penderitaan dan tidak sampai ke Tanah Kanaankecuali Josua dan kaleb yang percaya kapada Tuhan.

Kita manusia bukanlah manusia yang sempurna tetapi manusia yang penuh kekurangan,. Kita tidak dapat melakukan hal-hal yang besar tetapi Tuhan akan lebih melihat apa yang terbaik bagi kita. Dan tuhan lebih tahu melakukan yang terbaik bagi kita lebih dari kita yang pikirkan (Band:Yesaya 55:8,9. Sebab rancanganmu dan jalanku bukanlah jalanmu, seperti tingginya langit dan bumi demikianlah tingginya jalanku dan jalanmu dan rancanganku dengan rancanganmu. Kita hanya bekerja dan berdoa tetapi dia yang menentukan hasilnya.

Demikianlah dalam Proses penyelamatan kita. Kita tidak akan sanggup membayar utang-utang dosa kita, sebab kalau ditulis dalam buku, mungkin sudah ada 100 buku. Hanya karena kasih karunia Tuhan yang telah mengorbankan Anaknya yang tunggal untuk keselamtan kita maka kita memperoleh keselamatan.
Kita dituntut untuk sempurna (bandingkan Matius 5 : 48). Dan kita tidak ada yang sempurna. Ada sebuah ilustrasi telur busuk, seandainya saya membuat telur dadar dengan 10 butir telur. Ternyata satu telur yang saya pecahkan sudah busuk dan sudah bercampur dengan telur lainnya. Apakah layak itu dihidangkan?tentu tidak, karena sudah dipengaruhi oleh telur yang busuk tadi.

Jadi keselamatan itu pekerjaan Tuhan, memang setiap orang yang percaya memperoleh keselamatan (bandingkan : Joh:3:16). Dan bagi setiap orang yang sudah diselamatkan oleh Tuhan dia berhutang melayani Tuhan, menunjukkan pertobatannya dan kesetiaan mengikuti Tuhan. Kita yakin dan berpengharapan bahwa Tuhan selalu member pertumbuhan dan berbuah dan kita akan merasakan hasilnya yaitu masuk kerajaan sorga. Amin
Penulisan di dalam Injil Markus tidak dikenal dalam bentuk percakapan; tetapi bentuk naratif di mana penulis menggambarkan Yesus secara gamblang sebagai seorang yang selalu bertindak. Markus tidak memasukkan bahan yang bersifat didaktik (mendidik), misalnya tulisan mengenai tanda-tanda akhir zaman (pasal 13) dan tiga perumpamaan tentang pertumbuhan (pasal 4). Markus tidak tertarik menambah jumlah perumpamaan. Dia ingin menunjukkan bahwa dia selektif di dalam memilih materi-materi yang tersedia[1]. Markus memilih perumpamaan tentang penabur; benih yang tumbuh, dan perumpamaan ten tang biji sesawi. Perumpamaan-perumpamaan tersebut merinci penanaman benih, pertumbuhan, pendewasaan, pematangan dan penuaian dengan jelas[2]. Markus menggunakan perumpamaan-perumpamaan untuk mengilustrasikan sifat Kerajaan Allah yang diajarkan oleh Yesus.


Latar Belakang Perumpamaan


Karena perumpamaan ten tang benih yang tumbuh ini kurang rinei, kisah ini menjadi cerita yang sederhana. Di dalam perumpamaan ini tidak disebutkan mengenai persiapan tanahnya, curah hujan, sinar matahari, pengendalian terhadap lalang, atau pemupukan secara organik. Di dalam perumpamaan tentang penabur, kehidupan petani terlihat paralel, tidur pada waktu malam, dan aktif kembali pada pagi hari. Pada saat panen dia meletakkan sabitnya di atas biji-biji gandum.

Meskipun rincian-rincian di dalam perumpamaan ini penting karena menekankan tentang car a menabur, bertumbuh, dan menyiangi rumput, tetapi perumpamaan ini tidak menceritakannya secara rinei. Kita seharusnya tidak berasumsi kalau petani menghabiskan hari-harinya dengan bermalas-malasan. Tentu saja tidak; dia telah melakukan pekerjaannya, di mana waktunya telah habis banyak untuk membajak, memupuk, dan menyiangi rumput. Selain tugas harian tersebut, dia harus membeli dan menjual, merencanakan dan menyiapkan panen. Semua pekerjaan ini dijamin ada di dalam perumpamaan ini dan dapat dimengerti. Kita juga mencatat bahwa Allah akan menyediakan hujan yang diperlukan[3]. Allahlah yang mengontrol semua elemen-elemen alam ini.

Tema pokok yang sebenarnya dari perumpamaan ini adalah Allah yang mengontrol semua elemen-elemen alam ini. Setelah menabur benih petani harus menyerahkan saat bertunas, bertumbuh, penyerbukan, dan pendewasaannya kepada Allah. Petani dapat menjelaskan proses pertumbuhan gandum, tetapi dia tidak dapat menerangkan kejadiannya. Sesudah gandum ditaburkan, biji itu menyerap udara yang lembab dari dalam tanah, menggembung, dan bertunas. Sesudah satu atau dua minggu, daun-daun yang masih kecil muncul ke permukaan; tumbuh-tumbuhan itu mulai bertunas dengan cepat, bertambah tinggi, dan bungkulnya mengembang. Kemudian, pada saat tanaman tersebut mati, warnanya berubah dari hijau menjadi warna keemasan; bijinya telah tua dan tibalah saatnya untuk menuai. Petani tidak dapat menjelaskan pertumbuhan dan perkembangan ini[4]. Petani hanyalah seorang pekerja yang pada saat tertentu menabur dan menuai. Allahlah yang memegang rahasia kehidupan. Allahlah yang mengontrol kehidupan ini.

Penafsiran :

Perumpamaan benih yang tumbuh hanya ditemukan di dalam Injil Markus. Matius dan Lukas tidak menulisnya, dan kita tidak dapat menemukan informasi lebih lanjut yang lain selain yang ditemukan di dalam beberapa ayat di Injil Markus 4:26-29 [5]. Perumpamaan ini didahului dengan kalimat, "Beginilah hal Kerajaan Surga itu."

Penafsiran dari perumpamaan ini sangat bervariasi. Beberapa komentator menerangkan kisah ini secara alegoris: Kristus telah menabur dan akan tiba musim menuai; bagian akhir dari perumpamaan ini menunjukkan pekerjaan Roh Kudus yang tidak terlihat di dalam gereja dan di dalam jiwa[6]. Komentator yang lain menekankan hal-hal yang berikut ini: benih, masa pertumbuhan; panen; atau mengkontraskan antara menabur dan menuai[7]. Semua penafsiran tersebut tentu saja - yang alegoris sekali pun (dengan persyaratan-persyaratan tertentu) - mempunyai kelebihan-kelebihan.

John Calvin melihat kepada Penulis perumpamaan ini dan kepada pelayan-pelayan Firman yang menaburkan benih. Calvin mengatakan bahwa jika mereka tidak melihat hasilnya dengan segera, mereka seharusnya tidak berkecil hati. Yesus mengajar mereka untuk bersabar dan mengingatkan mereka akan proses pertumbuhan di dalam alam ini. Sesudah memberitakan Firman, mereka dapat melakukan tugas biasa sehari-hari, sehingga mereka seharusnya tidak perlu repot dan resah - tidur pada malam hari dan bangun pada pagi hari dan melakukan pekerjaan yang harus dikerjakan. Pada saat gandum sudah tua barulah buah pekerjaan pengkhotbah tersebut akan segera tampak. Pelayan-pelayan Injil seharusnya berbesar hati dan melanjutkan pekerjaan mereka dengan keinginan yang besar dan dengan iman[8].

Allah yang mengerjakan proses persemian, pertumbuhan, dan penuaian benih. "Buah adalah hasil dari benih; akhir merupakan kelengkapan dari permulaan. Ukuran besar yang tidak terhingga berasal dari ukuran kecil yang tidak terhingga"[9]. Mengingat kembali kata-kata Paulus yang menggembirakan adalah baik di mana dia yakin akan hal ini, "Ia yang memulai pekerjaan yang baik di antara kamu, akan meneruskannya sampai pada akhirnya pada hari Kristus Yesus." (Filipi 1:6).

Di dalam perumpamaan ini, petani hanya sebagai asisten di dalam pekerjaan Ilahi. Dia menabur benih dan hari demi hari melakukan pekerjaan yang perlu - dia pergi untuk bisnisnya. Dia yakin bahwa panen akan segera tiba. Sebenarnya dia mengetahui berdasarkan pengalaman berapa hari waktu yang diperlukan dari saat menabur sampai waktu menuai[10]. Dan pada saat hasilnya telah tua dia tidak akan menunggu hari yang lain. Saat panen telah datang. Demikian juga, pelayan-pelayan Firman adalah pekerja Ilahi, memberitakan kabar baik tentang keselamatan di dalam Kristus Yesus. Semen tara Allah melakukan pekerjaan yang penuh rahasia yaitu pertumbuhan dan perkembangan, mereka harus menyingkir. Menurut waktu yang ditetapkan oleh Allah, panen akan tiba dan pelayan akan melihat hasilnya.

Perumpamaan tentang benih yang tumbuh ini benar-benar merupakan perumpamaan yang merupakan kejadian yang berurutan: masa menabur kemudian tibalah masa menuai. Manifestasi dari Kerajaan Allah adalah sesudah pelayanan Firman Allah yang penuh iman. Satu kejadian mengikuti kejadian yang lain, tidak ada sesuatu yang terjadi tanpa kuasa kerja Allah yang penuh rahasia. "Pengajaran dari perumpamaan ini adalah: kemenangan itu pasti; saat panen sudah hampir tiba dan akan segera tiba pada saat yang diputuskan di dalam rencana Allah yang kekal. Kemudian Kerajaan Allah akan dinyatakan dengan segala kemegahannya"[11].

Kata-kata terakhir dari perumpamaan ini mengingatkan kepada Yoel 3: 13, "Ayunkanlah sabit, sebab sudah masak tuaian." Tanpa diragukan lagi, pada akhirnya perumpamaan ini menunjuk kepada hari penghakiman, Menurut Wahyu 14:12-16 ketika Tuhan mengirimkan malaikat-malaikat-Nya untuk mengumpulkan tuaian di bumi. Karena itu mereka yang diutus untuk memberitakan Firman harus belajar dari petani untuk bersabar. "Karena itu, saudara-saudara, bersabarlah sampai kedatangan Tuhan! Sesungguhnya petani menantikan hasil yang berharga dari tanahnya ... " (Yakobus 5:7). Kurang sabar merupakan karakteristik manusia. Ketidaksabaran ini pun ada di dalam penjelasan Yohanes tentang jiwa-jiwa yang telah dibunuh karena Firman Allah. Mereka berseru dengan suara nyaring, "Berapa lamakah lagi, ya Penguasa yang kudus dan benar ... ?" Dan jawaban yang mereka terima adalah bahwa mereka harus menunggu sedikit lagi (Wahyu 6:9-11). Allahlah yang mengontrol dan menentukan kapan saat untuk menuai tiba. Tidak ada seorang pun yang mengetahui hari dan waktunya, bahkan Yesus sendiri juga tidak mengetahuinya (Matius 24:36).



Catatan :

[1] Lihat, misalnya Markus 4:2, 10, 13, dan 33 di mana bentuk jamak kata perumpamaan-perumpamaan digunakan secara konsisten.

[2] Lane, Mark, 149. Ridderbos, dalam Coming of the Kingdom, 142. berpendapat mengenai Markus yang memilih perumpamaan-perumpamaan tersebut untuk mengajarkan "arti positif dari penundaan masa penghakiman."

[3] Ketika Markus menulis bahwa tanah "dengan sendirinya" menghasilkan biji, dia bukan menunjukkan bahwa tanah tersebut menghasilkan panen tanpa pemeliharaan Allah, tetapi menunjukkan bahwa di dalam proses pertumbuhan gandum, tidak dibutuhkan bantuan petani. W. Michaelis, Die Gleichnisse Jesu (Hamburg: Furche- Verlag, 1956), 38. Lebih lanjut, penekanan di dalam menghasilkan biji seharusnya tidak ditanam di dalam tanah sebanyak benih itu sendiri. R. Stuhlmann, "Beobachtungen zu Markus IV. 26-29," NTS19 (1972-73): 156.

[5] Berhubungan dengan literatur apostolik yang memasukkan I Clement 23:4, "Hai kamu orang bodoh, bandingkan dirimu dengan pohon. Misalnya, pohon anggur, mula-mula pohon itu menggugurkan daunnya, kemudian muncul tunas, kemudian daun, bunga, dan sesudah itu tumbuh anggur hijau, lalu buah itu menjadi matang," Apostolic Fathers, vol. 2, ed. R.M. Grant dan H.H. Graham (Camden, N.J.: Thomas Nelson & Sons, 1965), 48. Lihat juga II Clement 11:3, dan the Gospel of Thomas, Saying 21.

[6] H.B. Swete, The Gospel According to St. Mark (London: Macmillan & Co., 1909), 85.

[7] Untuk klasifikasi komprehensif dari penafsiran-penafsiran tersebut, lihat CE.B. Cranfield, "Message of Hope, Mark 4:21-32," Interp 9 (1955): 158-162.

[8] J. Calvin, Harmony of the Evangelists (Grand Rapids: W.B. Eerdmanns, 1949), 2: 128. Meskipun Calvin mengarahkan perhatiannya kepada masa pertumbuhan, dia menempatkan penekanan yang cukup pada satu hal yaitu penabur benih. Kritik dari Cranfields mempunyai beberapa validitas: aplikasi di dalam komentar Calvin yang kelihatannya jauh lebih luas dari pada lingkup kedua belas murid saja. Lihat Cranfield, "Message of Hope," 159.


[10] Petani-petani di bagian barat tengah Amerika mempunyai semboyan bahwa jagung seharusnya menjadi "setinggi lutut pada tanggal4 JuIL"

[11] Hendriksen, Mark, 170. 4. Sadarilah bahwa ada mujizat dalam setiap benih yang kita berikan.
Markus 4:26-29 Perhatikan !! tidak di ketahui orang.
Sampai sekarang kita belum tahu bagaimana cara bekerjanya dari benih sampai bertunas dan menjadi tinggi, dari tangkai sampai bertunas dan menjadi tinggi dari tangkai kemudian berbulir-bulir dan kemudian berbutir-butir.
Tekhnologi sekarang mungkin dapat menambah benih menjadi lebih banyak, tapi kita tidak dapat memproduksi benih itu sendiri, tidak ada pabrik benih imitasi plastik. Didalam setiap benih terdapat “kehidupan” yang berasal dari Tuhan, Dia sang pencipta yang memberi kehidupan. Setiap benih harus melewati suatu fase atau tingkatan mujizat sebelum ia dapat ber reproduksi, benih itu memerlukan campur tangan Illahi setiap saat. Tidak peduli  sang petani itu percaya mujizat atau tidak, yang pasti mujizat terjadi sebelum benih yang ada di tangan petani tersebut dapat menjadi tuaian. Seorang petani tidak dapat masuk kedalam benih yang ditanamnya dan menghembuskan suatu panen besar. Ia harus membiarkan benih itu, mengijinkan Allah untuk bekerja dan menghasilkan mujizat. Disinilah kita belajar untuk merendahkan diri dan selalu mengingat bahwa kalau kita mengambil panen, maka sebenarnya mujizat sudah terjadi, dan itu adalah pekerjaan Allah.
Tidak ada panen atau tuaian tanpa campur tangan Allah.

5. Iman menggerakkan tangan Tuhan dalam tuaian tersebut.
Anak kecil dalam kisah ini punya iman kepada Tuhan untuk membuat mujizat, lain dengan murid-murid.
Benih tertanam dalam tanah dan kita tidak dapat melihat pertumbuhannya mula-mula, tetapi ada kuasa dalam nama Yesus (tabur benih dalam nama Yesus Lukas 10:17 ; Filipi 2:9-10).
Seluruh dunia roh dan fisik harus memberi jalan dan takluk kepada seorang anak Tuhan yang penuh Iman     berseru dalam nama Yesus. Iman datang melalui mendengar firman (Dia memberi tuaian/panen).

6. Berdoa atas benih yang sudah ditaburkan supaya bertambah atau dilipat gandakan
Ayat 41, ada banyak halangan antara kita dan tuaian kita, situasi-situasi (pengangguran, resesi, kurang kesempatan kerja, kurang pendidikan, “musuh” yang mau menutup bisnis kita. Halangan-halangan itu tidak pergi dengan sendirinya. Dengan Doa (Roma 8:28) gunung-gunung oposisi bahkan gunung hutang sekalipun dipindahkan.

TABURLAH BENIH DENGAN IMAN DALAM NAMA TUHAN YESUS, TETAP PERCAYA  ADA TUAIAN MUJIZAT PENGGANDAAN ALLAH SEDANG KERJAKAN
HALLELUYA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar